Jumat, 23 Maret 2012

Bima Itu Mbojo dan Sejarahnya



  • Nama Resmi : Kabupaten Bima
  • Ibukota : Woha
  • Luas Wilayah: 4.374,65 km²
  • Jumlah Penduduk: 419.302 Jiwa
  • Wilayah Administrasi:Kecamatan : 9
  • Bupati : Ferry Zulkarnain,ST
  • Wakil Bupati:
  • Alamat Kantor: Jl. Soekarno Hatta, Bimaraba- Nusa Tenggara Barat
  • Telp. (0374) 43228
  • Fax.





S  E  J  A  R  A  H

Dari hasil penelitian sejarah, Kabupaten Bima berdiri pada tanggal 5 Juli 1640 M, ketika Sultan Abdul Kahir dinobatkan sebagai Sultan Bima I yang menjalankan Pemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Bima yang diperingati setiap tahun. Bukti-bukti sejarah kepurbakalaan yang ditemukan di Kabupaten Bima seperti Wadu Pa’a, Wadu Nocu, Wadu Tunti (batu bertulis) di dusun Padende Kecamatan Donggo menunjukkan bahwa daerah ini sudah lama dihuni manusia. Dalam sejarah kebudayaan penduduk Indonesia terbagi atas bangsa Melayu Purba dan bangsa Melayu baru. Demikian pula halnya dengan penduduk yang mendiami Daerah Kabupaten Bima, mereka yang menyebut dirinya Dou Mbojo, Dou Donggo yang mendiami kawasan pesisir pantai. Disamping penduduk asli, juga terdapat penduduk pendatang yang berasal dari Sulawesi Selatan, Jawa, Madura, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

Dalam sejarah Bima disebutkan bahwa kerajaan Bima dahulu terpecah –pecah dalam kelompok-kelompok kecil yang masing-masing dipimpin oleh Ncuhi. Ada lima Ncuhi yang menguasai lima wilayah yaitu :

  1. Ncuhi Dara, memegang kekuasaan wilayah Bima Tengah 
  2. Ncuhi Parewa, memegang kekuasaan wilayah Bima Selatan 
  3. Ncuhi Padolo, memegang kekuasaan wilayah Bima Barat 
  4. Ncuhi Banggapupa, memegang kekuasaan wilayah Bima Utara 
  5. Ncuhi Dorowani, memegang kekuasaan wilayah Bima Timur. 

Kelima Ncuhi ini hidup berdampingan secara damai, saling hormat menghormati dan selalu mengadakan musyawarah mufakat bila ada sesuatu yang menyangkut kepentingan bersama. Dari kelima Ncuhi tersebut, yang bertindak selaku pemimpin dari Ncuhi lainnya adalah Ncuhi Dara. Pada masa-masa berikutnya, para Ncuhi ini dipersatukan oleh seorang utusan yang berasal dari Jawa. Menurut legenda yang dipercaya secara turun temurun oleh masyarakat Bima. Cikal bakal Kerajaan Bima adalah Maharaja Pandu Dewata yang mempunyai 5 orang putra yaitu :

  1. Darmawangsa 
  2. Sang Bima 
  3. Sang Arjuna 
  4. Sang Kula 
  5. Sang Dewa. 

Salah seorang dari lima bersaudara ini yakni Sang Bima berlayar ke arah timur dan mendarat disebuah pulau kecil disebelah utara Kecamatan Sanggar yang bernama Satonda. Sang Bima inilah yang mempersatukan kelima Ncuhi dalam satu kerajaan yakni Kerajaan Bima, dan Sang Bima sebagai raja pertama bergelar Sangaji. Sejak saat itulah Bima menjadi sebuah kerajaan yang berdasarkan Hadat, dan saat itu pulalah Hadat Kerajaan Bima ditetapkan berlaku bagi seluruh rakyat tanpa kecuali. Hadat ini berlaku terus menerus dan mengalami perubahan pada masa pemerintahan raja Ma Wa’a Bilmana. Setelah menanamkan sendi-sendi dasar pemerintahan berdasarkan Hadat, Sang Bima meninggalkan Kerajaan Bima menuju timur, tahta kerajaan selanjutnya diserahkan kepada Ncuhi Dara hingga putra Sang Bima yang bernama Indra Zamrud sebagai pewaris tahta datang kembali ke Bima pada abad XIV/ XV.

Beberapa perubahan Pemerintahan yang semula berdasarkan Hadat ketika pemerintahan Raja Ma Wa’a Bilmana adalah : - Istilah Tureli Nggampo diganti dengan istilah Raja Bicara. - Tahta Kerajaan yang seharusnya diduduki oleh garis lurus keturunan raja sempat diduduki oleh yang bukan garis lurus keturunan raja. Perubahan yang melanggar Hadat ini terjadi dengan diangkatnya adik kandung Raja Ma Wa’a Bilmana yaitu Manggampo Donggo yang menjabat Raja Bicara untuk menduduki tahta kerajaan. Pada saat pengukuhan Manggampo Donggo sebagai raja dilakukan dengan sumpah bahwa keturunannya tetap sebagai Raja sementara keturunan Raja Ma Wa’a Bilmana sebagai Raja Bicara. Kebijaksanaan ini dilakukan Raja Ma Wa’a Bilmana karena keadaan rakyat pada saat itu sangat memprihatinkan, kemiskinan merajalela, perampokan dimana-mana sehingga rakyat sangat menderita. Keadaan yang memprihatinkan ini hanya bisa di atasi oleh Raja Bicara. Akan tetapi karena berbagai kekacauan tersebut tidak mampu juga diatasi oleh Manggampo Donggo akhirnya tahta kerajaan kembali di ambil alih oleh Raja Ma Wa’a Bilmana. Kira-kira pada awal abad ke XVI Kerajaan Bima mendapat pengaruh Islam dengan raja pertamanya Sultan Abdul Kahir yang penobatannya tanggal 5 Juli tahun 1640 M. Pada masa ini susunan dan penyelenggaraan pemerintahan disesuaikan dengan tata pemerintahan Kerajaan Goa yang memberi pengaruh besar terhadap masuknya Agama Islam di Bima. Gelar Ncuhi diganti menjadi Galarang (Kepala Desa). Struktur Pemerintahan diganti berdasarkan Majelis Hadat yang terdiri atas unsur Hadat, unsur Sara dan Majelis Hukum yang mengemban tugas pelaksanaan hukum Islam.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan ini Sultan dibantu Oleh :

  1. Majelis Tureli ( Dewan Menteri ) yang terdiri dari Tureli Bolo, Woha, Belo, Sakuru, Parado dan Tureli Donggo yang dipimpin oleh Tureli Nggampo/ Raja Bicara.
  2. Majelis Hadat yang dikepalai oleh Kepala Hadat yang bergelar Bumi Lumah Rasa NaE dibantu oleh Bumi Lumah Bolo. Majelis Hadat ini beranggotakan 12 orang dan merupakan wakil rakyat yang menggantikan hak Ncuhi untuk mengangkat/ melantik atau memberhentikan Sultan.
  3. Majelis Agama dikepalai oleh seorang Qadhi ( Imam Kerajaan ) yang beranggotakan 4 orang Khotib Pusat yang dibantu oleh 17 orang Lebe Na’E.


Hubungan Darah Bima-Bugis-Makassar

Arus modernisasi dan demokratisasi disegala bidang kehidupan telah mempengaruhi cara pandang dan cara berpikir seluruh element masyarakat. Hubungan keakrabatan antar etnis dan bahkan hubungan darah sekalipun terpisahkan oleh tembok modernisasi dan demokrasi hari ini. Hubungan keakrabatan dan kekeluargaan yang terjalin selama kurun waktu 1625 – 1819 (194 tahun) pun terputus hingga hari ini. Hubungan kekeluargaan antara dua kesultanan besar dikawasan Timur Indonesia yaitu Kesultanan Gowa dan Kesultanan Bima terjalin sampai pada turunan yang ke- VII. Hubungan ini merupakan perkawinan silang antara Putra Mahkota Kesultanan Bima dan Putri Mahkota Kesultanan Gowa terjalin sampai turunan ke- VI. Sedangkan yang ke- VII adalah pernikahan Putri Mahkota Kesultanan Bima dan Putra Mahkota Kesultanan Gowa. 


Berikut urutan pernikahan dari silsilah kedua kerajaan ini :
  1. Sultan Abdul Kahir (Sultan Bima I) menikah dengan Daeng Sikontu, Putri Karaeng Kasuarang, yang merupakan adik iparnya Sultan Alauddin pada tahun 1625. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Abil Khair (Sultan Bima ke-II)
  2. Sultan Abil Khair (Sultan Bima ke- II) menikah dengan Karaeng Bonto Je'ne. Adalah adik kandung Sultan Hasanuddin, Gowa pada tanggal 13 April 1646. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Nuruddin (Sultan Bima ke-III) pada tahun 1651.
  3. Sultan Nuruddin (Sultan Bima ke-III) menikah dengan Daeng Ta Memang anaknya Raja Tallo pada tanggal 7 mei 1684. dari pernikahan tersebut melahirkan Sultan Jamaluddin (Sultan Bima ke-IV)
  4. Sultan Jamaluddin (Sultan Bima ke IV) menikah dengan Fatimah Karaeng Tanatana yang merupakan putri Karaeng Bessei pada tanggal 8 Agustus 1693. dari pernikan tersebut melahirkan Sultan Hasanuddin (sultan Bima ke- V).
  5. Sultan Hasanuddin (Sultan Bima ke- V) menikah dengan Karaeng Bissa Mpole anaknya Karaeng Parang Bone dengan Karaeng Bonto Mate'ne, pada tanggal 12 september 1704. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Alaudin Muhammad Syah pada tahun 1707 (Sultan Bima ke- VI)
  6. Sultan Alaudin Muhammad Syah (Sultan Bima ke- VI) menikah dengan Karaeng Tana Sanga Mamonca Raji putrinya sultan Gowa yaitu Sultan Sirajuddin pada tahun 1727. pernikahan ini melahirkan Kumala Bumi Pertiga dan Abdul Kadim yang kemudian diangkat menjadi Sultan Bima ke- VII pada tahun 1747. ketika itu beliau baru berumur 13 tahun. Kumala Bumi Pertiga putrinya Sultan Alauddin Muhammad Syah dengan Karaeng Tana Sanga Mamonca Raji ini kemudian menikah dengan Abdul Kudus Putra Sultan Gowa pada tahun 1747. dan dari pernikahan ini melahirkan Amas Madina Batara Gowa ke-II. Sementara Sultan Abdul Kadim yang lahir pada tahun 1729 dari pernikahan dari pernikahannya melahirkan Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII). Sultan Abdul Hamid (La Hami) dilahirkan pada tahun 1762 kemudian diangkat menjadi sultan Bima tahun 1773.
  7. Sultan Abdul Kadim (Sultan Bima ke- VII) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- mohon Maaf) melahirkan Sultan Abdul Hamid pada tahun 1762 dan Sultan Abdul Hamid diangkat menjadi Sultan Bima ke- VIII pada tahun 1773.
  8. Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- Mohon Maaf) melahirkan Sultan Ismail pada tahun 1795. ketika sultan Abdul Hamid meninggal dunia pada tahun 1819, pada tahun ini juga Sultan Ismail diangkat menjadi Sultan Bima ke- IX
  9. Sultan Ismail (Sultan Bima ke- IX) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- Mohon Maaf) melahirkan sultan Abdullah pada tahun 1827
  10. Sultan Abdullah (Sultan Bima ke- X) menikah dengan Sitti Saleha Bumi Pertiga, putrinya Tureli Belo. Dari pernikahan ini abdul Aziz dan Sultan Ibrahim.
  11. Sultan Ibrahim (Sultan Bima ke- XI) dari pernikahannya melahirkan Sultan Salahuddin yang kemudian diangkat menjadi Sultan Bima ke- XII pada tahun 1888 dan memimpin kesultanan hingga tahun 1917.
  12. Sultan Salahuddin (Sultan Bima ke- XII) sebagai Sultan Bima terakhir dari pernikahannya melahirkan Abdul Kahir II (Ama Ka'u Kahi) yang biasa dipanggil dengan Putra Kahi dan St Maryam Rahman (Ina Ka'u Mari). Putra Kahir ini kemudian Menikah dengan Putri dari Keturunan Raja Banten (Saudari Kandung Bapak Ekky Syachruddin) dan dari pernikahannya melahirkan Bapak Fery Zulkarnaen
Adalah sangat Ironi memang jika pada hari ini generasi baru dari kedua Kesultanan Besar ini kemudian tidak saling kenal satu sama lain. Bahkan pada zaman kerajaan, pertumbuhan dan perkembangan penduduk Gowa dan Bima merupakan Etnis yang tidak bisa dipisahkan dan bahkan masyarakat Gowa pada umumnya tidak bisa dipisahkan dengan Etnis Bima (Mbojo) sebagai salah satu Etnis terpenting dalam perkembangan kekuatan kerajaan Gowa. Dari catatan sejarah yang dapat dikumpulkan dan dianalisa, hubungan kekeluargaan antara kedua kesultanan tersebut berjalan sampai pada keturunan ke- IX dari masing-masing kesultanan, dan jika dihitung hal ini berjalan selama 194 tahun. Dari data yang berhasil dikumpulkan, dapat disimpulkan bahwa hubungan kesultanan Bima dan Gowa dengan pendekatan kekeluargaan (Darah) terjalin sampai pada tahun 1819. Analisa ini berawal dari pemikiran bahwa ada hubungan darah yang masih dekat antara Amas Madina Batara Gowa Ke- II anaknya Kumala Bumi Pertiga dengan Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII). Karena keduanya masih merupakan saudara sepupu satu kali. Bahkan ada kemungkinan yang lebih lama lagi hubungan ini terjalin. Yaitu ketika Sultan Abdul Hamid meninggal pada tahun 1819 dan pada tahun itu juga langsung digantikan oleh putra mahkotanya yaitu Sultan Ismail sebagai sultan Bima ke- IX. Karena Sultan Ismail ini kalau dilihat keturunannya masih merupakan kemenakan langsungnya Amas Madina Batara Gowa Ke- II, jadi hubungan ini ternyata berjalan kurang lebih 194 tahun.

Pada beberapa catatan yang kami temukan, bahwa pernikahan Salah satu Keturunan Sultan Ibrahim (Sultan Bima ke- XI) masih terjadi dengan keturunan Sultan Gowa. Sebab pada tahun 1900 (pada kepemimpinan Sultan Ibrahim), terjadi acara melamar oleh Kesultanan Bima ke Kesultanan Gowa. Mahar pada lamaran tersebut adalah Tanah Manggarai. Sebab Manggarai dikuasai oleh kesultanan Bima sejak abad 17. Namun, pada catatan sejarah tersebut tidak tercatat secara jelas.


Join this site

Share 
http://peeepl.com/people/bima-mbojo

Mengintip Masa Lalu Lewat Bangunan Bersejarah di Bima


Syekh Abdulgani Bima (Al-Bimawi).
Puncak musim panas di Bima biasanya berlangsung sampai November. Terkadang berkepanjangan hingga awal Desember. Dalam kurun waktu itu udara di siang hari menyengat. Kota Bima selain lewat udara, dapat juga dicapai lewat darat dari Poto Tano, Sumbawa dan jalur laut. Perjalanan dengan mobil dari lapangan terbang Sultan Muhammad Salahuddin hanya sekitar 20 menit menuju Kota Bima. Jarak antara lapangan terbang dan pusat kota sekitar 20 kilometer. Di barat ada pelabuhan laut, jaraknya sekitar satu kilometer dari pusat kota.

Tidak banyak pemandangan menarik di sepanjang perjalanan selama musim panas, kecuali alunan ombak pantai Teluk Bima. Selebihnya gunung-gunung yang diapit pantai dan bukit-bukit gundul. Beberapa kilometer sebelum memasuki kota, kita menjumpai pelabuhan dan depot minyak Pertamina dan tempat rekreasi, Pantai Lawata. Pantai tersebut panjangnya lebih kurang setengah kilometer yang dinaungi oleh bukit berbatu. Ada beberapa bangunan di atas bukit di dekat pantai. Pada hari-hari libur, tempat tersebut banyak didatangi masyarakat. Lawata ibarat sebuah gerbang “selamat datang”, memberi isyarat bahwa perjalanan akan segera memasuki Kota Bima. Di mulut kota terdapat sebuah terminal bus yang bernama Terminal Dara. Dinamakan demikian karena terletak di Desa Dara.

Juga tidak banyak hal menarik yang ditemui di dalam kota, kecuali sebuah bangunan kuno Istana Bima atau akrab dikenal dengan Asi Mbojo, bangunan berlantai dua hasil perpaduan arsitektur asli Bima dan Belanda. Istana ini menggantikan bangunan sebelumnya yang dibangun pada abad ke-19, yang bergaya Portugis. Ukurannya jauh lebih kecil dibanding istana sekarang. Kini bangunan Istana Bima menjadi museum dengan nama Museum Asi Mbojo.

 
Memandang Museum Asi Mbojo sekarang, kita seperti pergi ke masa lalu, ketika Kerajaan Bima berjaya. Bangunan yang pernah menjadi istana raja-raja Bima itu mampu bercerita banyak tentang masa lalu moyang orang Bima yang legendaris. Di sebelah timur areal istana berdiri Masjid Agung Bima. Dulu namanya Masjid Agung Al-Muwahidin. Sebelah barat adalah lapangan taman kota yang dulunya adalah lapangan sepak bola. Selebihnya adalah toko-toko, losmen-losmen dan pelabuhan laut. Kotoran kuda-kuda penarik “Benhur“, kendaraan tradisional Bima, bertebaran di jalan-jalan beraspal. Di musim panas kotoran itu menjadi debu yang menyapu kota.

Asi Mbojo di masa jayanya tidak sepi dari kegiatan sehari-hari kesultanan. Walaupun saat ini tersia-sia, pada masa lalu Asi Mbojo merupakan tempat sakral yang menjadi pusat pemerintahan, seni dan budaya, pusat penyiaran Islam dan Pengadilan Hadat. Asi Mbojo didampingi Asi Bou, sebuah rumah panggung asli Bima, merupakan tempat kediaman resmi sultan dan keluarganya. Tapi kini mereka menyendiri dan kesepian. Istana atau Asi dalam Bahasa Bima dikenal oleh masyarakat Bima pada sekitar abad ke-11 Masehi.

Istana Bima (Asi Mbojo) adalah bangunan bergaya Eropa. Mulai dibangun pada tahun 1927. Bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek kelahiran Ambon, Rehatta, yang diundang ke Bima oleh penjajah Belanda. Ia dibantu oleh Bumi Jero. Istana yang kini telah beralih fungsi sebagai museum daerah itu adalah sebuah bangunan permanen berlantai dua yang merupakan paduan arsitek asli Bima dan Belanda. Istana tersebut resmi menjadi Istana Kesultanan Bima pada tahun 1929. Pembangunan istana dilakukan secara bergotong-royong oleh masyarakat, sedang sumber pembiayaan berasal dari anggaran belanja kesultanan dan uang pribadi sultan.

Asi Mbojo, bangunan paling indah dan megah pada masa kesultanan, memiliki halaman seluas 500 meter persegi yangditumbuhi pohon-pohon rindang dan taman bunga yang indah. Bangunan istana diapit oleh dua pintu gerbang timur dan barat yang senantiasa dijaga oleh anggota pasukan pengawal kesultanan.

Konsepsi tata letak bangunan istana tidak jauh berbeda dengan istana lain di tanah Air. Istana menghadap ke barat. Di depannya terdapat tanah lapang atau alun-alun namanya Serasuba. Di sinilah raja tampil secara terbuka di depan rakyat di saat-saat tertentu, misalnya saat diselenggarakan upacara-upacara penting atau perayaan hari besar keagamaan. Serasuba juga menjadi arena latihan pasukan kesultanan. Di sebelah alun-alun terdapat sebuah bangunan masjid, sebagai sarana kegiatan ritual keagamaan (Islam). Kini masjid itu bernama Masjid Sultan. Tanah lapang berbentuk segi empat (mendekati bujur sangkar). Satu sisi bersebelahan dengan bangunan masjid dan sisi yang lain menyatu dengan halaman istana. Jelaslah bahwa bangunan istana, alun-alun dan masjid merupakan satu kesatuan yang utuh.

Untuk memberi kesan sebagai bangunan monumental, istana bisa dipandang dari empat penjuru angin. Tampaknya pembangunan istana memperhatikan konsepsi filosofi sebuah istana yang di dalamnya mentyiratkan kesatuan unsur pemerintahan, agama dan rakyat (masyarakat). Namun, kini konsep filosofi itu telah sirna sejalan dengan dikapling-kaplingnya tanah di sekitar istana oleh segelintir orang untuk rumah dan kantor. Bukan saja istana menjadi kehilangan keanggunan dan kesan monumentalnya tapi konsep filosofinya menjadi berantakan. Masjid Raya Kesultanan, kini Menjadi Masjid Agung Bima, telah terpisah jauh dari Istana, seperti sudah keluar dari konteks. dari sini terbaca bahwa orang Bima mengalami krisis jati diri dan wawasan kebangsaan yang laten.

Bersamaan dengan berakhirnya masa kesultanan pada tahun 1952, maka berakhirlah peranan Asi Mbojo sebagai pusat pemerintahan, pusat pengembangan seni dan budaya, pusat penyiaran Islam dan pusat pengadilan hadat. Kini bangunan tersebut menjalani fungsi yang baru sebagai museum bagi barang-barang peninggalan raja-raja dan sultan-sultan Bima. Di kedua pintu gerbang tidak ada lagi anggota pasukan pengawal kesultanan. Alun-alun Serasuba telah beralih fungsi menjadi lapangan sepakbola. Halaman belakang Istana yang dulunya merupakan taman bunga yang indah, sejak tahun 1963 diperjual-belikan kepada masyarakat untuk pengembangan rumah-rumah pribadi. Ia seolah-olah harus sirna karena merupakan apa yang dikatakan — segelintir orang — sebagai lambang “feodalisme masa lalu”.

Keadaan istana betul-betul parah pada tahun 1966. Istana yang senantiasa bersih dan terawat dengan baik, berubah menjadi kotor dan beberapa bagian bangunan rusak dan runtuh. Bangunan termewah dikota Bima itu akhirnya merana. Istana kemudian beralih fungsi menjadi mess pegawai dan tentara. Usaha untuk mengembalikan keindahan istana dimulai tahun 1978. Pemerintah pusat melakukan pemugaran dan menjadikannya sebagai bangunan lama yang harus dilindungi dan dilestarikan.

 
Beberapa bangunan bersejarah bisa ditemukan di dalam lingkungan istana, yaitu pintu-pintu gerbang dan sebuah tiang bendera setinggi 50 meter. Pintu gerbang sebelah barat dan sebelah timur bernama Lare-lare merupakan pintu resmi kesultanan yaitu tempat masuknya sultan, para pejabat kesultanan dan tamu-tamu sultan. Lare-lare berbentuk masjid tiga tingkat. Tingkat atas (loteng merupakan tempat untuk menyimpan Tambur RasanaE dan dua buah lonceng. Tambur RasanaE dibunyikan sebagai tanda pemberitahuan adanya upacara kebesaran, sedangkan kedua lonceng dibunyikan untuk pemberitahuan tanda bahaya dan waktu.

Kalembo Ade - Sebuah Kata Mengandung Banyak Makna



Judul Asli " Dibalik ungkapan Kalemboade"

Judul Baru
" Kalembo Ade - Sebuah Kata Mengandung Banyak Makna"
New update by abunawarbima @gmail.com

"Kalembo Ade" adalah kata subyek yang selalu diucapkan dalam dioalog dou mbojo (bima) yang makna dari kata kalembo ade itu sendiri akan berubah-ubah sesuai dengan kata obyek yang dituju.
Seperti dalam Bahasa Indonesia, ungkapan sering terbentuk dari berbagai unsur. Bahasa Bima pun demikian, katakan saja idiom atau ungkapan yang terbentuk dari unsur bagaian tubuh manusia, misalnya: jatuh hati(mabu ade) buah hati (do’u ne’e) dan masih ada lagi contoh lain seperti ungkapan dari unsur indera: mandi basah (ndeu raso)

Bagaimana ungkapan kalembo ade itu sendiri ? Entah sejak kapan ungkapan kalembo ade digunakan oleh masyarakat Mbojo(Bima), penulis belum mendapatkan informasi yang tepat, tapi yang jelas, ungkapan kalembo ade ini selalu mewarnai kegiatan/alur berkomunikasi dalam keseharian warga Mbojo (bima). Frekuensi penggunaannya pun , boleh dikatakan, tiada hari tanpa ada ungkapan kalembo ade , bahkan tiada jam tanpa ada kalembo ade.

Sekedar contoh, ketika kita makan dalam hidangan yang serba lengkap, selalu saja kata Kalembo ade diucapkan oleh sipenyedia hidangan dengan mengucapkan "kalembo ade, ngaha wati tantuna ake, ngahapu be ma rawara ( mohon maaf, hidangan ini sangat sederhana, makanlah apa adanya) padahal jelas-jelas menu hidangan yang disediakan  cukup lengkap dan mewah, nah jika benar-benar yang menyediakan hidangan merasa menu hidangannya tidak istimewa, maka ungkapan kalembo ade akan diucapkan berulang-ulang seperti " kalembo ade, ngaha wati tantuna ake, ngahapu be mara wara, kalembo ade, kalembo ade mena.
  • Kalembo ade, ngaha hangga sa toi (mohon maaf, makanan tersedia hanya sedikit).
  • Kalembo ade, ngaha be ma wara (mohon maaf, makan apa adanya).
  • Kalembo ade, mboto kangampu ta, wati tantungaha re, ngaha mpa  be mara wara ( mohon maaf sebesar-besarnya karena makanannya sederhana, makanlah apa adanya).
  • Makna yang dikandung dalam kalimat di atas, berarti : memohon maaf, karena mungkin tidak memenuhi atau memuaskan salera anda dan jika kalembo ade ditambah kata mboto kangampu berarti mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Nah, kalembo ade itu sendiri, apa sih artinya? Secara sederhana, dapat dikatakan maknanya: adalah bersabar. Itu dipahami karena ungkapan itu terbentuk dari kata kalembo (sabar)  ade (hati). Jadi kalembo ade artinya bersabar yang berarti keikhlasan hati nurani. Nah inilah uniknya keaneka ragaman bahasa daerah yang ada Di Indonesia, seperti bahasa daerah Bima, jika harus diartikan kedalam Bahasa Indonesia dengan tepat, ada beberapa kata atau ungkapan yang tidak bisa pas benar, seperti kata kalembo ade ini, jika anda artikan kedalam bahasa Indonesia adalah hati yang sabar (penyabar) tapi dalam bahasa bimanya menjadi mohon maaf, padahal mohon maaf itu sendiri dalam bahasa bimanya : mohon (raho), maaf (kangampu) kenapa yang dipake kata kalembo ade justru bila kata kalembo ade ditambahkan kata mboto kangampu maka artinya menjadi : mohon maaf yang sebesar-besarnya, itulah unik nya.

Banyak sekali makna dari ungkapan kalembo ade bergantung pada sikon (situasi dan kondisi) yang terjadi pada saat itu. Benar kata para ahli bahasa bahwa, sebuah kata atau ungkapan belum punya arti, jika belum dikontekskan dengan obyek yang dituju, Artinya, kata atau ungkapan yang digunakan akan mempunyai arti jika dirangkaikan dengan sebuah kejadian yang terjadi pada saat itu, Sederhananya kata kalembo ade adalah kata subyek sedangkan kejadian atau pristiwa adalah obyeknya

Setelah diadakan penelitian sederhana, penulis menemukan sekian makna ungkapan kalembo ade itu. Dan ternyata, tafsiran kita terhadap ungkapan kalembo ade, memang beragam maknanya. Untuk tidak sekedar diperbincangkan, berikut ini, disajikan sebagai berikut:
  1. Kalemboa de bermakna: tidak mudah putus-asa. Ketika kita mengalami kesulitan, seperti kekurangan uang untuk membayar SPP, orang yang paling dekat dengan kita selalu menggunakan ungkapan,”Kalembo ade, kata orang bijak, sabar akan menjadi subur”. Atau salah satu krabat kita tertimpa musibah meninggal dunia, maka semua yang melayat tidak akan terlewatkan kata kalembo ade baru ditambahkan kata-kata lain yang menyetuh misalnya : "Kalembo ade ari e, aina ipi nangi, ndai ta manusia ke di mamade menampa”  yang artinya "jangan terlalu sedih (menangis) dik, karena kita sebagai manusia, semuanya bakal meninggal”
  2. Kalembo ade bermakna: tidak tergesa-gesa. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak di antara kita dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan maunya cepat  selesai, orang akan menganggap pekerjaan yang dikerjakan dengan terburu-buru hasilnya tidak akan maksimal maka orang itu pasti akan menegur atau mengingat kita dengan kata : Kalembo ade, ai na ipi hura-hara krawi re, kanari-nari mpa diloa taho kai ndadina (jangan terlalu terburu buru, pelan - pelan saja, biar hasilnya maksimal)
  3. Kalembo ade bermakna : teliti dan tekun, dalam hal belajar misalnya, kita disarankan agar selalu memperhatikan dan memahami sepenuhnya tentang apa yang kita pelajari, Belajar dan belajar, tetap semangat untuk belajar, biasanya orang terdekat kita akan mengingatkan seperti ini ”Kalembo ade, tanao kapoda ademu, diloa kai raka aura ne'e mu" (belajar yang sungguh-sungguh agar cita-citamu tercapai)
  4. Kalembo ade bermakna jengkel atau marah.Ketika kita menagih utang kepada teman, kemudian teman kita selalu menunda-nunda pembayarannya, maka terkadang kesabaran kita habis sudah maka tanpa disadari emosional kita meledak dalam seketika. Kalembo ade ya, sambil menunjuk –tunjuk jemari kita di depan mata seseorang ; ”Kalembo ade , cina e, ndaim ma ka susah podaku ake, nahu ke, ngge'e nggongga senai-naiku di ake pala watipu cola conggo, bone aiku colamu" (banyak maaf teman, tiap hari saya bolak balik kesini tapi belum bayar juga utangmu, kapan kamu mau bayar).
  5. Kalembo ade bermakna: merendahkandiri. Pada waktu kita memberikan hadiah yang mahal harganya, tapi justeru kita mengatakan kalemboade hanya itu yang bisa kita berikan. Jauh dari lubuk hati si penerima mengatakan wah…, sudah dikasih hadiah yang mahal harganya malah dikatakan kalembo ade, biasanya sambil menyerahkan hadiah tersebut diiringi ucapan ”Kalembo ade, ake mpa mara wara, diloa kai samada angi ndai!” (mohon maaf, hanya ini yang dapat aku berikan sebagai kenang-kenangan antara kita)
  6. Kalembo ade bermakna: mohon maaf. Dalamkeseharian, kita terkadang terlambat datang pada suatu pertemuan. Oleh karenaitu, kita selalu meminta maaf atas keterlambatan kita. biasanya diungkapkan demikian,” Kalembo ade, mada wara sengiri ke“ (banyak maaf saya agak terlambat).
  7. Kalembo ade bermakna: tegur-sapa. Menegur atau menyapa adalah pola komunikasi yang sangat bermanfaat bagi sesama, begitupun di Bima, digunakan dalam kehidupan sehari-hari, Misalnya, “Kalembo ade, ampo ja eda angi,  tabe ku ra lao kai re (mohon maaf, kita kayaknya baru bertemu deh, kemana saja selama ini)

Penutup

Menyumbang kata atau istilah serta ungkapan demi pertumbuhan dan perkembangan Bahasa Indonesia adalah sebuah keniscayaan, bagaimanapun juga bahasa Indonesia secara historis berasal dari Bahasa Melayu ditambah dengan Bahasa daerah serta masukan Bahasa Asing. Nah, Bahasa Bima merupakan salah satu Bahasa Daerah yang berada di negeri ini, mengapa kita tidak berusaha mengangkat beberapa kata atau ungkapan demi kemajuan Bahasa Indonesia? Ini menjadi tugas kita semua warga Dou Mbojo (bima), baik yang berada di daerah maupun yang merantau/menetap di daerah lain, untuk mencari makna lain di balik ungkapan kata-kata nggahi mbojo (bahasa bima) yang salah satunya adalah Kalembo Ade.

Penulis yakin, masih banyak makna lain yang terkandung dalam ungkapan kalembo ade.yang belum di angkat dalam tulis kali ini, kami berharap agar pembaca dapat memperbanyak perbendaharaan kata kalembo ade dengan uangkapan/makna yang lain, kalembo ade mena.

Usman D. Ganggang (penulis)
Nara Sumber : Drs. H. Yusuf H. M. Said, Drs.Dahlan, MA ; dan M.Ruslan, SH.M.Si
New update by : abunawarbima@gmail.com

SUSU KUDA LIAR SUMBAWA



Kita sering kali mendengar iklan di media yang menawarkan susu kuda liar, tetapi sering bertanya bagaimana sih rasanya, apa bisa kuda liar diambil susunya? Jawabnya, tentu saja susu kuda bisa diperas seliar apapun. Rasanya juga tak kalah dengan susu dari hewan lain.
Prof. DR. Made Astawan, ahli teknologi pangan dan gizi dari IPB menyebutkan, bahwa gizi susu kuda liar tidak kalah dengan gizi susu sapi. Populer di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, kuda liar juga ternyata dikembangbiakkan di Sukabumi, Jawa Barat. Bahkan sangat populer di Perancis Selatan. Susunya juga diolah menjadi keju.


Kadar Protein Susu Kuda Dekati Kualitas ASI

Kandungan kadar protein dalam air susu kuda lebih tinggi dan berkualitas daripada susu sapi sebagai alternatif tambahan air susu ibu (ASI) bagi bayi dalam masa pertumbuhan dan untuk kecerdasan otak. 

"Berbeda dengan susu kuda, susu sapi juga mengandung protein dengan kadar tinggi dan justru tidak baik untuk bayi," kata Eva Roma Ida, ketua kelompok peneliti mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung di sela-sela Pameran Kreativitas Mahasiswa Unpad di kampus Jalan Dipati Ukur Bandung.

Rantai protein pada susu kuda Sumbawa lebih pendek dibandingkan dengan yang ada pada susu sapi sehingga mudah dicerna bayi. Secara umum, kandungan protein pada susu sapi sebanyak 17,35 persen dan pada susu kuda 17,52 persen.

Rano Kurnia, anggota kelompok peneliti mahasiswa dalam penelitian berjudul "Analisis Kadar Protein dalam Susu Kuda Sumbawa sebagai Alternatif Susu Formula Bayi" mengungkapkan cara pembuatan susu bubuk kuda. 

Pertama, tes kadar protein dilakukan, lalu dilanjutkan dengan pengeringan untuk dijadikan bubuk. Kandungan susu formula kemasan yang beredar di pasaran tidak menunjukkan bahan-bahan lengkap pembuatannya. 

"Minimal ada 150 bahan, tapi mungkin dijadikan rahasia perusahaan," ucapnya. Oleh karena itu, Rano dan timnya membuat susu formula sederhana dengan bahan yang mengacu pada batch kemasan susu. Tim peneliti berharap penelitian yang dimulai pada akhir April ini akan selesai pada pertengahan Juni 2009.


Susu Kuda, Cocok Untuk Bayi

Kadar lemaknya yang tinggi membuat susu kuda terasa gurih dan creamy. Warnanya putih kekuningan dan biasanya dijual dalam bentuk segar maupun sudah diolah. Susu kuda liar mengandung protein dengan berat molekul rendah sehingga mudah dicerna. Karena komposisinya zat gizinya mendekati air susu ibu (ASI), cocok dikonsumsi bayi.

Sama seperti susu sapi, susu kuda juga merupakan sumber lemak, vitamin, mineral. Asam lemak rantai pendek yang terkandung dalam membuat susu kuda mudah diserap tubuh. Menurut FAO, selain kandungan gizinya yang mendekati ASI, susu cocok untuk bayi karena kadar kaseinnya lebih rendah dibanding susu sapi. Kandunga kasein yang tinggi menurut Made, membuat susu mudah menggumpal dalam perut bayi sehingga lebih sulit dicerna.

Meski berpotensi mengandung Bacillus coagulans yang menyebabkan susu mengalami penggumpalan dan bakteri Citrobacter freundii serta jamur Saccharomyces sp, Aspergillus sp., dan Mucor sp sesuai penelitian yang dilakukan Sus Handayani dari Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, susu kuda liar sesungguhnya mengandung komponen antibakteri alami sehingga membuat susu menjadi awet.

Meski begitu, bila lingkungan luar tidak mendukung seperti pemerahan dengan tangan kotor, disimpan dalam ruangan lembab, susu tetap saja bisa cepat rusak.

Anti Bakteri dan Kurang Resiko Sakit Perut

Seratus gram susu kuda mengandung energi sebesar 44 kkal sedang akan 100 gram susu sapi mengandun 64 kkal dan ASI 70 kkal. Jadi, energi susu kuda lebih rendah dibanding susu sapi. Lebih dari itu, menurut penelitian Heru Yuniati, keunggulan susu kuda ada pada kandungan lisosimnya yang memiliki aktivitas antibakterial.

Enzim ini berfungsi dalam kaitannya dengan laktoferin dan imunoglobulin A (Ig A). Lisosim efektif terhadap Escherichia coli bila bekerja sama dengan Ig A yang juga banyak terdapat pada susu sehingga risiko sakit perut atau diare akibat konsumsi susu dapat dikurangi.

Lisosim ini penting karena perannya sebagai agen antiradang. Bahkan pemberian lisosim pada bayi baru lahir dapat mengurangi indikasi infeksi gastriintestinal atau salura pencernaan.


Susu Kuda Liar Sumbawa

Pulau Sumbawa selain dikenal sebagai penghasil madu dengan kualitas baik, juga penghasil susu kuda liar. Penghasil susu kuda liar di Pulau Sumbawa terdapat di Saneo Dompu, Tolonggeru Donggo Bima, Wera Bima, Tepal Sumbawa dan beberapa tempat lain di gugusan pegunungan Pulau Sumbawa. Susu kuda liar yang sangat dikenal bahkan telah menjadi mitos untuk vitalitas terutama bagi kaum laki-laki. Apa sebenarnya yang terkandung dalam susu kuda liar tersebut sehingga mitos ini demikian lekat? “Seribu satu misteri masih bisa dikuak dari susu kuda liar,” ujar Dr. Diana Herawati, salah seorang peneliti susu kuda liar yang memfokuskan diri meneliti susu kuda di Desa Saneo Dompu. Desa Saneo dengan penduduknya yang ramah dan bersahaja, berada di bagian Utara Kota Dompu. Desa ini menjadi salah satu penghasil susu kuda liar berkualitas. Sebagian besar masyarakat di desa ini mendapat penghasilan dari produk alami susu kuda. Mereka jarang bekerja di bidang pertanian. Para peternak kuda di Saneo telah membentuk sebuah kelompok yang disebut Kelompok Hidup Bersama. Kelompok yang beranggotakan 50 peternak yang rata-rata memiliki 1-2 ekor kuda inilah mereka mengelola usaha susu kuda liar. “Masyarakat di sini mampu menyekolahkan anak-anak mereka dari hasil usaha susu kuda dan madu,” ujar Arifin, ketua kelompok tersebut.

Giatnya masyarakat Saneo terutama kelompok ini dalam usaha susu kuda liar yang telah berlangsung puluhan tahun, membuat Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian RI, memberikan penghargaan bagi kelompok ini berupa Penghargaan Ketahanan Pangan Tingkat Nasional Tahun 2009, bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian kategori pelaku usaha penerapan jaminan mutu peternakan, yang diserahkan langsung oleh Wakil Presiden RI, Boediono, beberapa tahun lalu di Istana Wakil Presiden Jakarta.

Sebelumnya, kuda-kuda di kampung ini tidak disadari memiliki potensi ekonomi bagi masyarakat namun hanya dipergunakan untuk membantu warga mengangkut kayu dan hasil bumi serta dipakai sebagai alat transportasi ke ladang-ladang di sekitar perbukitan Saneo. 15 tahun belakangan, susu kuda mulai dikonsumsi sendiri oleh masyarakat Saneo, tidak untuk dijual. Setelah itu baru disadari bahwa susu kuda bernilai ekonomis. Maka para peternak mulai menjual susu kuda tersebut, namun pemasarannya masih dilakukan sendiri-sendiri sehingga harganya tidak tetap.

Hal ini membuat para peternak berpikir untuk kemudian bergabung dalam satu kelompok agar bisa melakukan pemasaran bersama-sama. Hal ini dilakukannya karena, suatu kali cerita Arifin dan peternak lain di Saneo, saat mereka menjual susu kuda tersebut kemudian diperbanyak dengan cara memalsukannya oleh pihak lain. Bagi para peternak, hal ini tidaklah membuat usaha mereka bisa berkembang dengan baik. Hingga suatu hari, tepatnya di tahun 2004, seorang peneliti dari Departemen Pertanian RI, Diana Hermawati, datang ke Saneo untuk meneliti khasiat yang terkandung dalam susu kuda liar. Atas prakarsa Diana, pada tahun 2005 kelompok peternak kuda liar Hidup Bersama ini pun terbentuk, sekaligus untuk menghindari pemalsuan susu kuda liar.

Dari hasil penelitian terhadap susu kuda liar ini, terdapat bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan masyarakat. “Susu kuda sangat baik karena mengandung 11 anti bakteri yang bisa membunuh berbagai bakteri penyebab penyakit antara lain, tipus, TBC, penyakit paru, asma dan penyakit saluran pernafasan lainnya,” ujarnya. Dari 2000 sampel susu kuda di Saneo yang diambil dari individu ternak yang diidentifikasi mengandung antimikroba yang sangat kuat, ujarnya. Antimikroba dalam susu kuda dapat menekan laju perkembangan sel kanker dan meningkatkan kekebalan tubuh dan vitalitas.

Hasil ini didapat setelah meneliti sampel susu kuda yang stabil dan terus menerus di Saneo Dompu. Sebelumnya, di beberapa daerah, Diana juga pernah melakukan penelitian serupa namun tidak bisa mendapatkan sampel susu kuda yang stabil dan kontinyu sehingga beberapa kali penelitian yang dilakukannya gagal. “Perlu sampel yang stabil dan terus menerus selama jangka waktu tertentu baru bisa didapat hasil tersebut,” kata Diana yang menghabiskan biaya sekitar Rp 1,1 miliar untuk melakukan penelitian susu kuda di berbagai daerah ini. 

Susu kuda biasanya disebut dengan susu kuda liar. Tidak berbeda memang. Hanya saja penyebutan “liar” pada susu kuda memberikan arti yang semakin menguatkan khasiatnya. Padahal, disebut susu kuda liar karena kuda-kuda jinak tersebut kesehariannya memang dibiarkan liar diperbukitan terdekat dengan perkampungan warga. Namun, ketika masa pemerahan susu, kuda-kuda biasanya dibawa kembali ke kandangnya masing-masing.

Kelebihan susu yang dihasilkan dari kuda-kuda di Saneo adalah dibiarkan atau dilepas liar pada lahan organik seluas lebih kurang 100 hektare di perbukitan dekat Saneo. Lahan seluas ini telah diteliti dan dijaga kealamiannya sejak beberapa tahun lalu. Kuda-kuda ini dilepas pada kawasan tersebut tanpa diikat dan tidak boleh disuntik dengan jenis obat apa pun. 

Bahkan lokasi pelepasan kuda-kuda di kawasan ini, terus dijaga karena harus bebas dari residu logam berat seperti pestisida dan lainnya sehingga tanaman sebagai makanan kuda tumbuh sebagai bahan makanan organik bagi kuda. Kawasan pelepasan kuda juga jauh dari pemukiman penduduk dan polusi. Bahkan jika kuda sakit tidak boleh diobati dengan obat-obatan yang mengandung bahan kimia. “Sejauh ini, para peternak masih terus mempertahankan hal ini,” kata Arifin.

”Susu kuda bukan hanya dikonsumsi sebagai bahan minuman melainkan juga berkhasiat baik bagi kulit karena mengandung gula gulin, protein yang bagus,” ujar Diana yang kini bertugas di Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian RI. Antimikroba yang terkandung dalam susu kuda juga sangat baik untuk regenerasi sel kulit dan juga menghilangkan jerawat.

Karena itu, produk-produk kecantikan berbahan dasar susu kuda mulai dikembangkan seperti, night cream, moisturizer, sabun mandi, sabun muka, body lotion, shampoo, dan lain-lain. ”Produk kosmetik yang dihasilkan dari susu kuda ini telah diuji selama dua tahun dan sebelum dilepas ke pasaran, telah dua tahun pula dilakukan testimoni terlebih dahulu pada pemakai,” ujar Diana.--nik


Susu Kuda Liar dari Mitos Hingga Prosesnya

ENTAH SIAPA yang memulai duluan, yang jelas sejak tahun 1990-an, susu kuda liar mulai dikenal sebagai obat mujarab yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit seperti kanker, leukemia, paru-paru basah, bronkitis, dan tipus. Mitos lain juga menambah tenaga, gairah, dan vitalitas seksual.

Meski belum ada pembuktian klinis terhadap mitos itu, tapi susu kuda liar sejak saat itu menjadi laris manis di pasaran, dan harganya pun menjadi cukup mahal dan terus melambung hingga kini.

Pulau Sumbawa di Nusa Tenggara Barat (NTB) terkenal sebagai penghasil susu kuda liar, yang pasarannya sudah menyebar hampir di seluruh nusantara. Kabupaten Dompu adalah salah satu daerah sentra produksi susu kuda liar, selain Kabupaten Sumbawa dan Bima, di pulau itu.

Desa Saneo, Kecamatan Woja, merupakan salah satu desa sentra produksi susu kuda liar di Kabupaten Dompu. Lokasi desa itu di ketinggian 600 meter diatas permukaan laut (mdpl), berjarak sekitar 10 Km dari Kecamatan Dompu, ibukota Kabupaten Dompu.

Meski madu alam juga menjadi produk andalan Dompu, tapi proses pembuatannya sudah awam diketahui. Berbeda dengan susu kuda liar. Walau mitos keampuhannya bisa menyembuhkan beragam penyakit manusia sudah tersebar kemana-mana, namun cara memproduksinya tak banyak yang tahu.

Mendengar namanya saja, pasti pikiran bertanya, bagaimana cara memeras susunya ya?

“Kalau madu kan proses sudah banyak diketahui orang. Sehingga banyak yang dating ke Saneo ini hanya untuk mencari susu kuda liar yang asli, sekaligus melihat prosesnya,” kata Junaiddin, salah seorang warga Desa Saneo.

Pagi hari hingga sore, tidak terlihat seekor kuda pun di desa itu. Tidak ada juga kandang-kandang kuda yang dibuat secara khusus di tiap rumah warga.

Kuda-kuda milik warga dilepas ke hutan sejak subuh, kemudian kuda-kuda itu baru dijemput pemiliknya menjelang petang, untuk diperah susunya.

“Sejak 2004, pemerintah membantu kami juga untuk proses pengemasan susu kuda liar. Jadi susu kuda liar yang sudah diperah, langsung di kemas dikasih segel, untuk jaga keasliannya,” katanya.

Di Desa itu juga dibentuk kelompok tani susu kuda liar Mori Sama dalam bahasa Indonesia berarti hidup bersama, anggotanya kini berjumlah 50 orang.

Untuk menghasilkan sebotol susu kuda liar ternyata membutuhkan banyak waktu dan juga tenaga. Sore itu, Arifin, seorang petani susu kuda liar, menuju hutan bersama belasan petani lainnya, untuk memanggil kuda-kuda mereka. Beberapa diantaranya ibu-ibu yang membawa anaknya.

Jarak Desa ke hutan tak diketahui pasti, tapi perjalanan kaki memakan waktu 1 jam dan agak mendaki bukit, sebelum akhirnya sekumpulan kuda terlihat.

Hutan yang dimaksud ternyata adalah sebuah kawasan berbukit-bukit dan jarang pepohonan. Rumput dan ilalang banyak yang kering, dan tekstur tanahnya berbatuan berwarna coklat keabuan.

Ada sekitar 30-an ekor kuda terlihat, lepas liar di sebuah dataran datar. Beberapa kuda induk masing-masing membawa seekor anak, ada beberapa ekor kuda jantan, dan beberapa ekor kuda betina tanpa anak. Tak ada yang diikat, hanya beberapa ekor yang dipasangi kalung-kalungan bambu dilehernya, untuk menandakan pemiliknya.

“Huiiikkk.. Jara…,” Arifin berteriak kearah kumpulan kuda, beberapa kali. Jara dalam bahasa Indonesia berarti kuda. Petani lain ikut berteriak, tapi setiap petani teriakannya berbeda, ada juga yang menggunakan isyarat tepukan tangan.

Seperti anak SD mendengar lonceng masuk, setelah waktu istirahat, kuda-kuda berlari menuju panggilan pemiliknya. Arifin mengelus-elus kuda induk miliknya, mengikatkan tali, lalu menuntunnya pulang ke Desa. Sementara anak kuda, akan mengikuti induknya.

Perjalanan pulang ke Desa memakan waktu lebih cepat, karena jalannya menurun. Sampai di rumah, Arifin mengikat kuda induknya terpisah dari anak kuda, agar anak kuda tak menyusu. Setelah paling cepat 1 jam, induk kuda pun diperah susunya.

Ini juga harus dilakukan hati-hati, sebab jika salah, kuda bisa mengamuk liar. Setelah menambatkan kekang kuda pada tiang kayu, pelan-pelan Arifin menebar jeratan tali plastik ke salah satu kaki belakang kuda, dan segera menariknya jika kaki sudah masuk jerat. Tali yang mengikat salah satu kaki belakang kemudian ditarik ke bagian leher kuda, sehingga satu kaki belakang dalam posisi terangkat.

Puting susu kuda ada dua terletak di antara perut bagian belakang dan selangkangan.
“Kalau tidak diikat bahaya, bisa kena tendang,” kata Arifin.

Setelah puting susu dibersihkan dengan kain basah, Arifin mulai memerah susu kuda, ditampung dalam sebuah gayung plastik. Setelah itu, susu kuda disaring dan dimasukkan dalam botol kemasan, kemudian disegel, tanpa campuran dan bahan pengawet.

“Ini bisa awet sampai 4 bulan. Malah kalau sudah dua bulan, khasiatnya akan lebih bagus dibandingkan yang baru diperah ini,” katanya.

Botol yang digunakan ada dua macam, yang kecil menggunakan botol plastic sisa air minuman, seukuran 600ml, dan yang besar menggunakan botol kaca sisa sirup berukuran 800ml.

Di Saneo susu kuda liar dalam botol kecil dijual seharga Rp15 ribu, dan yang besar Rp20 ribu. Tapi kalau sudah dibawa keluar bisa malambung harganya, malah di Mataram sudah berharga Rp60 ribu-Rp100 ribu sebotol besar.

Dalam sehari, satu ekor kuda induk bisa menghasilkan 2-3 botol susu. Itu pun pemerahannya bertahap, hingga menjelang pagi. Setelah pemerahan menghasilkan sebotol susu, anak kuda dibiarkan menyusu pada induknya untuk memancing air susu. Lalu, pemerahan dilakukan kembali. Pagi hari sebelum fajar, kuda dilepas lagi ke hutan.

“Jadi susu kuda liar, itu bukannya kuda yang liar yang ditangkap dan diperah susunya. Kuda-kuda ini jinak pada pemiliknya, hanya saja proses pemeliharaannya liar, mereka hidup dan mencari makan di hutan,” kata Junaiddin.

Saat ini, dari 200-an ekor populasi kuda di Desa Saneo, ada sekitar 30 ekor kuda induk yang berproduksi. Rata-rata perhari memproduksi 60-80 botol susu kuda liar. Tapi jumlah itu kadang tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar. Permintaan pasar ada yang dari pedagang lokal, ada pengunjung langsung ke Saneo, ada juga pemesan tetap dari sebuah perusahaan di Jakarta.

Masa produktif induk kuda berkisar 6 bulan menyusui, setelah itu kuda betina lain yang beranak akan menggantikannya. Tapi karena proses kawinnya alami, maka jumlah induk kuda yang bisa memenuhi permintaan pasar akan fluktuatif.

“Kadang seiring kewalahan. Banyak juga pemesan yang mengantri,” katanya.

Permintaan yang tinggi juga berdampak pada kenaikan harga induk Kuda di pasaran. Yang biasanya seharga Rp 1,5, plus anak kudanya, kini bisa mencapai Rp3 juta sampai Rp4 juta. Karena itu petani kuda di Saneo memilih menunggu proses kawin alami ketimbang membeli induk baru. Apalagi untuk induk baru perlu tahap melatih yang cukup memakan waktu untuk mengenal isyarat panggilan pemiliknya.

Rasa susu kuda liar agak sepat dan asam, baunya juga sedikit masam, berbeda dengan susu sapi atau kerbau. Tapi susu kuda liar mampu bertahan hingga 4 bulan, selama disimpan dalam suhu yang dingin. Malah khasiatnya akan lebih bagus setelah dua bulan, ketimbang yang baru diperah.

Sample produk susu kuda liar Saneo sudah diteliti bersama sample susu kuda dari sejumlah daerah lain, seperti Jawa dan Sulawesi. Penelitian itu dilakukan oleh DR Diana Hermawati dari Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan Bogor pada tahun 2004.

“Hasil penelitian itu menyebutkan susu kuda liar Saneo memang memiliki kandungan yang bisa mengobati infeksi pencernaan dan kanker lambung,” katanya.

Hasil penelitian juga menyebutkan, susu kuda liar memiliki spektrum luas dalam menghambat pertumbuhan berbagai bakteri.

”Ekspos hasil penelitian itu dilakukan di Dompu, karena hanya susu kuda liar Dompu dan Sumbawa umumnya yang kandungan antibiotiknya masih tinggi. Ya mungkin karena pola makan kuda-kuda itu di hutan, dan juga memakan sejenis ular pohon,” katanya.

Sejak ekspose hasil penelitian itu, tahun 2004 Pemda Kabupaten Dompu menetapkan hanya dua desa, sebagai sentra produksi susu kuda liar di Dompu, yakni Desa Saneo, Kecamatan Woja, dan Desa Taropo, Kecamatan Kilo. Ini dilakukan karena sejak mitos keampuhan susu kuda liar tersebar, dan permintaan naik, ternyata banyak juga produksi susu kuda liar yang tidak lagi orisinal. Banyak yang dicampur air dan pengawet, atau susunya berasal dari kuda ternak kandangan.

Pemerintah setempat terus berupaya membuat fasilitas untuk petani kuda di dua desa itu, agar pengemasan produk, segel dan label bisa dilakukan di tempat asal. Karena fungsinya pengobatannya yang diutamakan, maka harus terjaga keasliannya.

Selain dari hasil penjualan susu kuda liar, masyarakat Desa Saneo yang terdiri dari sekitar 400 KK dan 1.800 jiwa, juga terbantu perekonomiannya dari mulai berminatnya wisatawan asing dan domestik datang kesana.

Tentu saja, penghasilan tambahan dari penjualan susu kuda liar ini sangat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat Saneo yang umumnya memang bertani.

”Hasil pertanian bisa untuk dimakan, sedangkan hasil Susu Kuda Liar bisa untuk kebutuhan lain, termasuk menyekolahkan anak-anak,” kata Arifin, petani susu kuda liar.

Kabupaten Dompu terletak di Pulau Sumbawa, membutuhkan waktu sekitar 10 jam perjalanan ke arah timur dari Kota Mataram, ibukota NTB. Itu sudah termasuk menyeberangi selat Alas yang membatasi Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, lewat pelabuhan Kayangan-Lombok Timur menuju pelabuhan Poto Tano-Sumbawa Barat. Secara geografis letak Dompu diapit Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Bima.


Susu Kuda Liar, Doping dari Sumbawa

Kuda-kuda ini hidup liar di padang rumput yang banyak terdapat di daratan Sumbawa (photo by YF)

Pernah dengar tentang susu kuda liar yang konon khasiatnya dapat menyembuhkan berbagai penyakit dan dapat meningkatkan stamina tubuh? Untuk anda yang tinggal di Jakarta dan Bandung mungkin sering mendengar tentang susu kuda liar. Lalu dari manakah berasal susu kuda liar ini? Dan tentu anda penasaran bagaimana kuda yang hidup liar bisa diambil susunya.




Susu kuda liar segar dicampur sedikit madu menambah kesegaran stamina (photo by)YF

Pada hari Kamis, 7 Oktober 2010, kami berkesempatan mengunjungi salah satu tempat penghasil susu kuda liar, yaitu di Kampung Saneo, Kabupaten Dompu, NTB. Menurut informasi dari pak Arifin dari Kelompok tani "Hidup Bersama" yang menjadi ujung tombak usaha susu kuda liar dan madu hutan di Dompu, susu kuda liar mulai dikenal dan diproduksi sejak tahun 1989. Semua itu berawal dari hasil penelitian oleh Dr. Diana, seorang peneliti dari Departemen Pertanian yang menemukan bahwa susu dari kuda liar di Saneo-Dompu mempunyai khasiat paling bagus diantara kuda-kuda lainnya di Indonesia. 

Lalu bagaimana caranya kuda yang hidup liar tersebut bisa diambil susunya? Pertama kuda-kuda tersebut digiring ke dalam suatu tempat yang sudah dipagari. Lalu ditangkap dengan cara di-lasso. Setelah kuda tersebut tertangkap dibawa ke tempat yang terlindung. Di sana kaki kuda bagian belakang diikat dengan tali dan tali tersebut dililitkan ke leher kuda. Tujuannya agar si kuda tidak menyepakkan kakinya ke belakang. 

Kaki belakang kuda diikat dan dililitkan ke leher agar tidak menyepak ketika susunya diperah (poto by YF)

Kemudian setelah semua dipastikan aman, baru dilakukan pemerahan. Tidak sembarangan orang yang bisa melakukan ini. Hanya orang-orang yang sudah "dikenali" oleh sang kuda yang bisa melakukannya, Jika sembarang orang melakukan, biasanya sang kuda akan beraksi tidak tenang. Untuk bisa dikenali oleh sang kuda dibutuhkan waktu pendekatan yang cukup lama. Biasanya tiap kuda punya pemerahnya sendiri. Kuda betina tersebut bisa diperah susunya sampai sekitar 7-8 bulan setelah dia melahirkan anaknya. Dalam satu hari bisa didapat sekitar 2 liter susu dari satu kuda.


Hanya orang tertentu bisa memerah susu kuda liar ini (photo by YF)


Setelah diperah kuda-kuda tersebut dilepas kembali ke alam bebas. Ketika tiba saatnya untuk diperah, kembali kuda-kuda tersebut digiring masuk ke tempat pemerahan. Kuda-kuda tersebut biasanya sudah ditandai "milik" siapanya. Misalnya bapak A jatahnya adalah kuda A, jadi bapak B tidak bisa untuk mengambil susu di kuda A. 

Penasaran dengan rasanya? awalnya saya mengira susu kuda liar ini rasanya pasti aneh. Tapi begitu mencicipi segelas susu kuda liar yang baru diperah dan dicampur sedikit madu hutan, ternyata rasanya sangat segar. Namun menurut bapak Arifin, susu kuda liar baru terasa manfaatnya jika didiamkan beberapa minggu atau bahkan sampai 4 bulan. Rasanya memang akan lebih kecut, tapi semakin lama khasiatnya semakin nge-joss. Susu kuda liar ini tidak boleh terkena sinar matahari langsung dan tidak boleh diberi batu es. Jika ingin dingin, sebaiknya disimpan dalam botol dan diletakkan dalam kulkas.


Susu yang diperah dibatasi agar tidak mengganggu kelangsungan hidup anak sang kuda (photo by YF)

Di Saneo - Dompu, harga sebotolnya adalah Rp. 30.000. Orang Saneo tidak memproduksi secara massal. Mereka tidak mau me-eksploitasi sang kuda. Produksi susu kuda liar hanya semampu sang kuda memproduksi susu. Itu pun tentu jatah susunya berbagi dengan sang anak kuda. Sehingga karena faktor ini, produksi susu kuda liar tidak banyak dan menyebabkan hargarnya jika sudah di luar Sumbawa menjadi tinggi.

Jika Anda berminat, bisa menghubungi Kelompok Tani "Hidup Bersama" di Desa Saneo, Kec. Woja, Kab. Dompu melalui bapak Arifin 081915822429. Jujur aja setelah saya mencoba segelas, badan memang terasa lebih segar dan semakin bersemangat melanjutkan petualangan kembali.